Sebagai seorang mahasiswa, pertemuan rahasianya dengan seorang Kristen membuat dia ditahan dan disiksa oleh polisi agama Iran. Bertahun-tahun kemudian, hatinya terpana oleh cinta kasih Allah.
Pindah ke Iran
Saat itu saya belum lulus dari SMA. Saya harus bersembunyi di gunung-gunung untuk menghindari milisi. Setelah sekian lama bersembunyi, akhirnya saya menemukan perlindungan di sebuah desa kecil di Pegunungan di luar Kabul, Afganistan. Saya tidak lama tinggal di desa ini. Saya memutuskan pergi ke Iran untuk belajar tentang Islam.
Setelah tiba di Iran, orang tua menghubungi dan meminta saya untuk mengunjungi beberapa kerabat jauh. Suatu hari saya mencoba mencari kerabat tersebut. Setelah melakukan perjalanan selama dua jam dan tidak menemukannya, saya beristirahat di sebuah taman kota karena sudah lelah dan lapar.
Ketika saya sedang istirahat, tiba-tiba seorang pria tua bertanya “ Kapan anda datang dari Afghanistan? ” Saya tidak menjawab pertanyaanya. “Saya pikir Tuhan tidak suka dengan perang yang terjadi di negara-negara manapun , ” Orang asing itu melanjutkan. “ Inilah fakta bahwa Allah ingin kita mengasihi musuh-musuh kita. ”
Saya terkejut mendengar pernyataannya yang terakhir. Persis seperti yang pernah saya baca dalam Injil Matius, yang saya terima ketika saya berusia 15 tahun dari seorang pria. Saya menerima Injil Matius secara lengkap dan juga sebagian Injil Lukas, yang disobeknya dari sebuah Alkitab. Secara diam-diam saya mempelajari Injil tersebut agar tidak diketahui orang tua saya. Sebab orang tua saya mengajarkan bahwa dalam Injil terdapat banyak kesalahan, karena sudah mengalami banyak perubahan sesuai dengan keinginan penulis.”
Tapi ada satu ayat yang cukup membuat saya tertegun, yaitu perkataan Yesus: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Injil, Rasul Besar Matius 5:43-44)
Saya tidak dapat menerima kata-kata itu, karena bagi saya mengasihi orang-orang yang membenci saya, sangat mustahil.
Pertemuan Rahasia Dengan Orang Kristen
Penasaran dengan perkataan pria itu mengenai ayat yang sebelumnya sudah saya baca dalam Injil, kamipun sering bertemu. Dalam pertemuan itu kami sering berdebat. Saya mencoba meyakinkan dia bahwa Kristen adalah ajaran yang salah. Bukan hanya itu, sempat juga terpikir untuk mencelakai dia. Namun urung saya lakukan karena pria itu begitu baik, sabar, dan sangat mengasihi saya.
Pertemuan kami semakin intens setiap minggu selama tiga belas bulan. Kepada teman-teman di sekolah, saya berkata pergi mengunjungi kerabat keluarga. Kami bertemu setiap Kamis malam, dan hari Jumat saya pulang agar tetap dapat melakukan sholat Jumat. Lambat laun, akhirnya orang tua mengetahui saya tidak pergi mengunjungi kerabat. Mereka pun melaporkan saya kepada polisi keagamaan Iran. Polisi datang menangkap kami ketika kami sedang membaca Alkitab. Kami ditanggap dan diinterogasi selama tiga hari. “Saya hanya bertemu orang ini untuk meyakinkan dia menjadi seorang Muslim!” Kata saya memberi alasan ketika diinterogasi.
Hari keempat polisi menjatuhkan vonis hukuman mati bagi pria itu. Sementara saya masih mendapat pengampunan karena ini merupakan pelanggaran pertama. Saya juga dilarang belajar tentang Kekristenan, bila saya melanggar akan dihukum mati sama seperti pria tersebut.
Perjalanan ke Turki, Suriah dan Mesir
Kejadian itu membuat iman Islam saya goyah. Saya mulai merasa takut akan jaminan keselamatan sorgawi saya. Tapi saya tidak berani untuk mempelajari buku-buku Kristen, bila saya melakukannya, maka saya akan dibunuh oleh aparat negara atau teman-teman saya.
Berbekal dengan uang US$ 500 dari ibu saya, saya memutuskan untuk pergi ke perbatasan Turki dengan naik bus. Dari situ saya menyewa seorang penyelundup untuk mengantar saya ke seberang perbatasan. Dari perbatasan saya melanjutkan perjalanan ke Suriah. Di tempat ini saya bertemu seorang pria di sebuah kedai kopi. Saya bertanya kepada pria itu dimana saya bisa mendapatkan Alkitab. Walau dia bukan seorang Kristen, tetapi dia bisa mendapatkan sebuah Kitab Suci untuk saya. Dan itulah Alkitab pertama saya.
Saya tidak menetap di Suria. Saya melanjutkan perjalanan ke Mesir. Di Mesir saya mendaftar di sekolah Islam sambil mempelajari Al-Quran dan Alkitab secara mendalam. Saya yakin ada sesuatu yang salah dalam Islam. Tetapi saat itu saya belum dapat menerima ajaran Isa Al-Masih untuk mengasihi musuh.
sepedaTukang Sepeda yang Murah Hati
Seseorang di universitas tahu saya memiliki Alkitab. Akibatnya, saya dikeluarkan dari sekolah. Karena putus asa, saya pergi ke Pakistan. Selama beberapa bulan di Pakistan saya tidur di emperan toko, hingga akhirnya saya mendapat pekerjaan membelah batu-batu untuk pembangunan jalan. Dengan gaji dari pekerjaan tersebut, saya bisa menyewa sebuah kamar di daerah kumuh yang disediakan oleh pabrik di mana saya bekerja.
Dari jendela kamar, saya bisa memperhatikan orang-orang yang berjalan. Diantaranya seorang tukang sepeda yang sering berdiri di depan jendela kamar saya. Saya melihat orang-orang mengambil keuntungan dari dia, tetapi dia tidak melawan. Karena tidak tega melihat kejadian tersebut, suatu hari saya keluar dan menemui tukang sepeda itu. Sambil marah saya bertanya mengapa dia mau diperlakukan demikian. Saya marah karena dia diam saja diperlakukan semena-mena.
“Saya bukan seorang pengecut, jawabnya. Allah yang kusembah mengatakan untuk mencintai musuh-musuhku!” Saya sungguh terkejut mendengar jawabannya. Saya meminta dia mengulanginya lagi. “Dalam iman saya, Isa Al-Masih memberitahu, meskipun orang membenci saya, tapi saya harus mengasihi mereka, bukan menghina mereka.”
Walau saya sudah pernah membaca ayat itu, tapi baru kali ini ayat itu menyentuh hati saya dengan cara yang baru. Saya kagum dan heran. Dimanapun saya berada, dari negara ke negara manapun, orang-orang yang saya temui selalu menunjukkan ayat tersebut.
Saya sungguh kagum akan ketulusan dan kerendahan hati pria itu. Saya bertanya, apakah kami bisa bertemu lagi. Selama dua tahun, setiap hari kami rutin bertemu untuk belajar Alkitab.
Di New Delhi, India Saya Menerima Kasih Allah
Dalam hati saya mempunyai kerinduan untuk menerima Kristus, tetapi saya tidak akan melakukannya di negara Muslim. Saya sungguh takut untuk melakukan hal itu. Saya putuskan untuk pergi ke India. Berharap di India tidak akan ada yang mengganggu dan menghalangi saya untuk menjadi seorang Kristen. Berbekal sebuah paspor palsu, saya melakukan perjalanan ke New Delhi. Sesampai di India, saya pergi ke wilayah pengungsi Afganistan dan sungguh terkejut ketika di tempat itu saya bertemu teman sekelas dari Kabul. Dia memeluk saya dan membawa saya tinggal di rumahnya.
Suatu malam, kami diundang oleh dua orang temannya untuk mendengarkan musik di balai umum. Karena saya tidak begitu fasih bahasa mereka, saya memutuskan untuk duduk di belakang. Setelah beberapa saat mendengarkan, saya baru menyadari ternyata mereka adalah orang-orang Kristen. Setelah musik selesai, seorang pria berbicara mengenai Alkitab dalam bahasa Hindi. Pengkhotbah itu juga bercerita mengenai pengalaman hidupnya dan dari Alkitab.
Allah Adalah Kasih
Tiba-tiba saya mendengar Pengkhotbah itu berkata, “Firman Tuhan berkata, ‘Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (Injil, Surat 1 Yohanes 4:8).
Saya merasa terpukul oleh kata-kata itu. Saya menyadari ada alasan mengapa saya sulit mengasihi orang lain. Saya tidak memiliki sumber kasih. Dia juga menceritakan bagaimana sengsaranya dia sebagai seorang non-Kristen. Bagaimana ia membenci orang lain dan orang-orang membenci dia. Dia seperti menceritakan kehidupan saya.
“Anda tidak dapat melawan kejahatan dengan kejahatan, anda harus melawan kejahatan dengan kebaikan!” Kekuatan dan kesederhanaan dari kata-kata tersebut tertanam di hati saya. Kembali Pengkhotbah itu mengutip ayat dari Injil, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Injil, Rasul Besar Yohanes 3:16).
Kebesaran anugerah dari Allah akhirnya menembus hati saya. Untuk pertama kalinya saya melihat Allah begitu mencintai saya. Tanpa sadar, saya menangis. Kemudian saya mendengar suara memanggil “ Apakah anda ingin menerima anugerah Allah ini – Isa Al-Masih – sebagai Tuhan dan Juruselamat anda? Angkatlah tangan anda jika anda ingin menerima-Nya. ” Saya mengangkat tangan, dan seketika itu juga saya merasakan damai dan sukacita yang luar biasa. Di tengah-tengah situasai itu, saya bertanya-tanya, bagaimana mungkin saya bisa mengerti dengan jelas ketika Pengkhotbah itu berbicara dalam bahasa Hindi? Saya benar-benar heran!
multimediaMendirikan Pelayanan Media
Tahun 1996 saya memulai sebuah pelayanan melalui internet. Pelayanan ini telah mengembangkan 25 situs, dimana umat Muslim dapat membaca Alkitab dalam bahasa mereka. Sudah dua kali hacker-hacker Muslim benar-benar menghancurkan server saya. Saya juga pernah ditawari pesangon yang sangat besar asal saya bersedia menutup situs saya. Selain situs, saya juga mengoperasikan dua radio harian dan program televisi yang disiarkan secara langsung ke Afghanistan, Pakistan, Iran, dan Tajikistan.
Setiap saya melihat ke masa lalu, saya sangat kagum bagaimana Allah telah merancang sedemikian rupa sebuah pertemuan ilahi untuk memenangkan jiwa saya, selama perjalanan saya di Timur Tengah. Sekarang saya benar-benar dapat melihat bahwa Allah-lah yang memanggil saya.